Saturday, March 7, 2009

Dare Dreamer atau Daydreamer?

Dimuat di Bisnis Indonesia 6 Februari 2009

"Happy are those who dream dreams and are ready to pay the price to make them come true." – Leon Joseph Cardinal Suenens

Baru-baru ini, saya menyaksikan tayangan biografi Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, Barack Hussein Obama. Menilik perjalanan hidupnya, sangat sulit terbayangkan bagaimana anak yang ditinggal oleh ayah kandungnya sejak kecil dan sempat berpindah tempat tinggal, termasuk pernah tinggal di Indonesia ini, akhirnya menjadi orang nomer satu di negara adidaya Amerika. Dengan darah campuran antara ibu kulit putih dan ayah keturunan Afrika, membuatnya sempat mengalami kebingungan identitas. Bahkan, di usia awalnya, Obama sempat berkenalan dengan narkoba. Namun,segalanya mulai berubah tatkala ia diterima di Harvard Law School dan mulai melihat titik terang dalam hidupnya. Mulailah Obama berani bermimpi, setahap demi setahap. Mulai dari masuk ke Kongres, menjadi Senator hingga menjadi Presiden. Sebuah perjalanan yang hanya bisa dilewati dengan berpegang teguh pada mimpinya. Pada diri Barack Obama-lah, kita melihat bagaimana pidato Martin Luther King yang terkenal, "I have a Dream", betul-betul terwujud!

Daring Dream atau Daydream?

Sudah begitu banyak buku, seminar, artikel yang mengajarkan kepada kita soal pentingnya menetapkan sebuah impian. Tetapi pertanyaannya yang terpenting sekarang: apakah yang kita miliki hanya sekedar mimpi saja (daydream) atau itu merupakan mimpi berani yang harus dicapai (daring dream)?

Dalam pembelajaran selama hidup ini, dari buku – buku yang saya baca, seminar yang penah saya ikuti, termasuk belajar dari kisah hidup Barack Obama, saya mendefinisikan ada 5 perbedaan kualitas antara yang berani bermimpi (daring dream) dengan sekedar bermimpi (daydream).

Pertama, orang yang berani bermimpi menggantungkan kepada disiplin diri untuk meraihnya, sedangkan seorang pemimpi menggantungkan kepada keberuntungan.

Seorang yang berani bermimpi, umumnya punya disiplin yang kuat untuk merealisasikan mimpinya. Ambil contoh Barrack Obama, tatkala kalah dari Bobby Rush dalam pemilihan partai Demokrat untuk U.S. House of Representative di tahun 2000, ia tidak menyerah dan masih setia mewujudkan mimpi-mimpinya. Dan dengan kepala tegak dan penuh disiplin, Barrack Obama tetap melanjutkan perjuangan prinsip-prinsipnya. Itulah salah satu disiplin mewujudkan mimpi yang ditunjukkan Barack Obama. Dalam hal ini, benarlah apa yang dikatakan motivator dunia, Jim Rohn bahwa, "Discipline is the bridge between goals and accomplishment." Jelas, hanya kedisiplinanlah yang menjadi kunci atau jembatan untuk merealisasikan setiap mimpi kita.

Kedua, pribadi yang berani bermimpi tetap terfokus pada proses pencapaian, sedangkan pemimpi selalu terfokus kepada tujuan akhir saja, serta enggan melewati prosesnya.

Lihatlah Barrack Obama. Ia memulai proses menjadi kandidat Presiden dengan tertatih-tatih, satu demi satu persaingan yang berat harus dihadapinya. Termasuk persaingan yang luar biasa adalah justru tatkala ia harus berhadapan dengan Hillary Clinton, istri mantan Presiden Bill Clinton yang sudah begitu dikenal. Jutaan pasang mata bisa melihat bagaimana proses perdebatan yang sengit terjadi diantara mereka, dan Obama menjadi Presiden bukannya dengan jalan yang mulus. Tetapi itulah proses perjuangan yang ditunjukkan seorang Barrack Obama. Berbicara tentang hal ini, Greg Anderson, seorang penulis dari Amerika dan pendiri American Wellness Project pernah berujar, "Focus on the journey, not the destination. Joy is found not in finishing an activity but in doing it." Sungguh tepat! Karena itu, kita pun perlu berfokus pada proses pencapaian setiap visi, impian dan cita – cita kita, sesulit apapun! Dan mulai menikmati proses dalam pencapaiannya. Herannya, tatkala kita betul-betul menikmatinya, suatu ketika kita akan merasa bahwa, tanpa disadari ternyata kita sudah bisa meraih apa yang kita angan-angankan.

Ketiga, seorang yang berani bermimpi mencari alasan untuk bertindak, sedangkan seorang pemimpi mencari alasan untuk mengeluh.

Seorang yang benar – benar berani bermimpi, memfokuskan diri kepada tindakan – tindakan yang makin mengarahkan kepada mimpinya. Sebagai seorang yang pernah berkerjasama dan menggunakan metode 'agitasi emosi'-nya Paul Allinski, Barrack Obama banyak meletakkan dirinya pada situasi dimana ia betul-betul 'marah' pada kondisinya sekarang untuk memaksanya mengambil tindakan. Itulah yang diajarkan oleh Obama. Tatkala kita tidak puas dengan kondisi sekarang dan mengharapkan yang lebih baik, janganlah mengeluh tetapi berbuatlah sesuatu yang mampu mewujudkan kondisi yang lebih baik. Fokus Obama hanya satu, yaitu bertindak untuk mencapai apa yang menjadi impiannya. Bagaimana dengan Anda? Lebih banyak berkeluh kesah atau bertindak?

Keempat, seorang yang berani bermimpi selalu mengambil inisiatif, sedangkan orang yang hanya bermimpi selalu menunggu.

Seorang pemimpi punya kecenderungan menunggu. Entah menunggu waktu baik, hari baik, kesempatan lebih baik, peluang lebih baik, rekan yang baik, tempat yang baik, dan hal baik lainnya yang selalu menjadi pre-kondisi untuk mewujudkan impiannya. Hal ini kontradiktif sekali dengan orang yang benar – benar berani bermimpi. Dalam kondisi maupun situasi apapun, orang ini selalu mengambil inisiatif. Apa yang belum ada, maka dia akan berusaha keras untuk mencari atau bahkan menciptakannya. Perhatikan Barack Obama, kelahiran tahun 1961, yang tidak menunggu lantaran usianya yang relatif muda sebagai politisi. Bandingkan dengan Obama yang tidak menunggu kesempatan datang, namun selalu mengejar bahkan menciptakan peluang. Termasuk saat Obama berusaha bergabung dengan Sidley and Austin law firms dimana ia bertemu dengan istrinya, Michelle pertama kali, sekaligus kesempatannya untuk bertemu dengan para top leader.

Akhirnya, Kelima, seorang yang berani bermimpi selalu menganggap bahwa dirinyalah yang bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi, sedangkan seorang pemimpi menganggap bahwa yang terjadi adalah tanggung jawab orang lain.

Kualitas terakhir inilah yang menjadi penentu antara seorang yang sekedar pemimpi dengan yang berani bermimpi. Mereka yang berani bermimpi, punya respon yang benar atas apapun yang terjadi. Di saat terjadi kesalahan maupun kekeliruan, diri mereka tidak mencari 'kambing hitam' untuk dipersalahkan, tetapi selalu belajar dari pengalaman itu.

Mulai saat ini, marilah menjadikan diri kita sebagai DARE DREAMER bukan hanya seorang daydreamer! Ngomong-ngomong, tahukah Anda buku pertama yang ditulis Barrack Obama yang sebagian besar diselesaikan di Bali, berhubungan juga dengan mimpi yakni, "DREAMS from My Father"! Barrack Obama adalah dare dreamer sejati!

http://www.anthonydiomartin.com/2009/02/06/belajar-dari-barack-obama/comment-page-1/#comment-24

No comments:

Post a Comment